Mbah Jo dirawat di rumah sakit. Menurut dokternya, asmanya sudah kronis hingga perlu dipasangi selang oksigen. Sudah beberapa hari dia tidak bicara dan seperti orang koma.
Dikira sudah menjelang ajal, dan atas keinginan mbah Jo juga, anaknya kemudian memanggil Mudhin Pengacara-nya untuk menyusun wasiat, Selagi pak Mudhin sedang asik berdiskusi, tiba-tiba Mbah Jo menggap-menggap tidak bisa bernafas, mukanya pucat, tangannya bergetar.
Dengan bahasa isyarat mbah Jo minta diambilkan kertas dan alat tulis.
Dengan sisa-sisa tenaganya mbah Jo menulis surat dan diberikan ke Mudhin.
Lalu pak Mudhin langsung menyimpan surat-surat itu tanpa membacanya karena pikirnya tidak tega membaca surat wasiat tersebut di depan mbah Jo. Tak lama kemudian mbah Jo meninggal dunia.
Pada selamatan hari ketujuh meninggalnya mbah Jo, Pak Mudhin diundang untuk datang. Selesai memimpin sambutan do’a, pak Mudhin berpidato, “Saudara-saudara sekalian, ini ada surat wasiat dari almarhum mbah Jo yang belum sempat saya sampaikan, yang isinya pasti nasehat untuk anak cucunya semua. Mari kita sama-sama membaca suratnya”.
Pak Mudhin kemudian membaca surat tersebut, yang ternyata berbunyi:
“DHIN, JANGAN BERDIRI DI SITU…! JANGAN INJEK SELANG OKSIGENKU…!”
No comments:
Post a Comment