Seorang mahasiswa semester XII menulis surat kepada ayahnya:
Halo Ayah,
Aku merasa tidak enak karena terus menerus menulis surat kepada Ayah
untuk meminta uang. Aku merasa malu dan sedih. Aku harus meminta uang
sebesar Rp 500.000,00 kepada Ayah, walaupun setiap bagian dalam tubuhku
memberontak. Aku meminta dengan tulus dari hatiku yang paling dalam,
Ayah mau memaklumi dan memaafkan aku.
Salam dari ananda,
Tommy.
NB: Aku merasa berat hati untuk mengirimkan surat ini, jadi aku coba
untuk mengejar tukang pos yang mengambil surat ini dari dalam kotak
surat. Aku mau mengambil kembali surat ini dan membakarnya, karena
surat ini pasti menyusahkan hati Ayah.
Aku berdoa dalam hati agar aku bisa mendapatkan surat ini kembali, tapi sudah terlambat.
Beberapa hari kemudian dia menerima balasan surat dari ayahnya yang berisi kalimat pendek,
Untuk Tommy,
"Nak, doamu sudah dikabulkan. Suratmu tidak pernah kuterima"
Dari Ayahmu.
Halo Ayah,
Aku merasa tidak enak karena terus menerus menulis surat kepada Ayah
untuk meminta uang. Aku merasa malu dan sedih. Aku harus meminta uang
sebesar Rp 500.000,00 kepada Ayah, walaupun setiap bagian dalam tubuhku
memberontak. Aku meminta dengan tulus dari hatiku yang paling dalam,
Ayah mau memaklumi dan memaafkan aku.
Salam dari ananda,
Tommy.
NB: Aku merasa berat hati untuk mengirimkan surat ini, jadi aku coba
untuk mengejar tukang pos yang mengambil surat ini dari dalam kotak
surat. Aku mau mengambil kembali surat ini dan membakarnya, karena
surat ini pasti menyusahkan hati Ayah.
Aku berdoa dalam hati agar aku bisa mendapatkan surat ini kembali, tapi sudah terlambat.
Beberapa hari kemudian dia menerima balasan surat dari ayahnya yang berisi kalimat pendek,
Untuk Tommy,
"Nak, doamu sudah dikabulkan. Suratmu tidak pernah kuterima"
Dari Ayahmu.
No comments:
Post a Comment