Suatu hari, seorang supir mengendarai kendaraannya dan
ditengah perjalanan ia berpapasan dengan seorang ahli
agama sedang berjalan. ia berpikir ini kesempatan baik untuk
berbuat kebaikan dan ia kemudian menepi.
ia bertanya pada sang ahli agama,"kemana anda akan pergi bapa?"
"Saya akan pergi ke gereja 5 mil dari sini" jawab sang ahli agama.
"Tak masalah, bapa. saya akan mengantar anda. naiklah ke truk"
kata sang supir.
Dalam perjalanan sang supir melihat seorang pengacara
sedang berjalan di pinggir, reflek ia hendak menabrak sang
pengacara. Namun mengingat siapa yang sedang bersamanya
di truk, ia membanting stir di menit-menit terakhir.
walaupun ia tidak menabrak sang pengacara ia merasakan
teguran di bahunya. berpaling pada sang ahli agama si supir
berkata," maaf bapa saya hampir menabrak pengacara tadi"
"oh tidak apa-apa" sambung sang ahli agama."saya mengenainya
dengan pintu,"
=============
Seorang pria mendapat pekerjaan sebagai penjaga malam di
sebuah pabrik. Di pabrik itu sering terjadi pencurian yang dilakukan
oleh para pekerja yang mendapat giliran masuk malam. Jadi setiap
pagi saat para pekerja malam mulai meninggalkan pabrik, mereka
harus melewati pos penjagaan. Di pos itu, penjaga memeriksa tas
dan saku para pekerja malam itu, untuk memastikan tidak ada
sesuatu yang dicuri. Segala sesuatu berjalan lancar pada malam
pertama si penjaga malam itu bekerja. Lalu muncul seorang pria
yang mendorong satu kereta sorong yang penuh dengan koran.
Aha, pikir pejaga itu, "Dipikir dia bisa menyembunyikan barang
yang dicurinya di bawah tumpukan koran itu."
Si penjaga memindahkan semua koran, tapi ia tidak menemukan
sesuatupun barang dibalik tumpukan koran itu. Namun, si penjaga
merasa bahwa pria ini bertingkah agak aneh, maka dia menanyakan
untuk apa koran-koran sebanyak itu dibawanya.
"Saya mendapat sedikit tambahan uang dari koran-koran yang didaur
ulang. Maka saya selalu pergi ke ruang makan dan mengambil
semua koran yang tidak terpakai dan terbuang."
Akhirnya, si penjaga mengijinkan pria itu pergi, tapi dia memutuskan
untuk terus mengawasi pria itu. Malam-malam berikutnya terjadi hal
yang sama. Minggu demi minggu pun berlalu. Pria yang sama selalu
mendorong sekeranjang penuh koran melewati pos penjagaan.
Si penjaga selalu memeriksa kereta sorong itu dan dia tidak
menemukan barang apapun. Suatu malam, sesudah setahun
berlalu, si penjaga menerima pesan agar dia segera menghadap
supervisornya. Dia bergegas menuju kantor supervisornya, dan
sebelum dia sempat mengucapkan sepatah katapun, boss-nya
berkata, "Kamu dipecat!"
"Dipecat?" tanya si penjaga itu dgn keheranan. "Tapi apa alasannya?
Apa yang telah saya lakukan?"
"Sudah menjadi tugasmu untuk memastikan bahwa tidak seorangpun
dapat mencuri sesuatupun dari pabrik ini, namun kamu gagal. Jadi,
kamu dipecat!"
"Tunggu dulu, apa maksudnya gagal. Tak seorang pun mencuri
sesuatu dari tempat ini selama saya menjaganya."
"Oh, ya," jawab si boss. "Lalu bagaimana penjelasanmu tentang
hilangnya 365 kereta sorong?"
=================
Lencho, seorang petani sederhana yang frustasi karena tanaman
jagung dan kacangnya habis digasak badai salju. Saking frustasinya,
akhirnya ia mengirim surat kepada Tuhan karena ia menganggap
hanya Tuhanlah yang bisa menolongnya dari ancaman kelaparan
tahun ini.
"Tuhan", tulisnya. "Kalau engkau tak menolongku, maka aku dan
keluargaku akan kelaparan tahun ini. Aku membutuhkan seratus
peso agar bisa menanami ladangku kembali dan menyambung
hidup sampai datangnya musim panen, karena badai itu...".
Ia lalu menuliskan "Buat Tuhan", di amplop, memasukkan lembar
surat ke dalamnya, dan membawanya ke kantor pos keesokan
harinya dengan tampang seperti seekor jago kalah perang.
Tukang pos yang membaca surat itu terbahak-bahak. Selama
kariernya sebagai pegawai pos, belum pernah tahu ia dimana
alamat Tuhan. Atasannya pun ikut tertawa, tapi segera serius
kembali begitu menyadari penulisnya tentu seseorang yang tebal
imannya kepada Tuhan. Kepala pos yang baik hati itu bermaksud
membalas surat aneh tersebut. Ia pun kemudian merelakan
sebagian gajinya. Sisanya dimintakan kepada anak buahnya
secara sukarela. Lantaran sulit mengumpulkan seratus peso,
maka apa boleh buat, tujuh puluh peso pun jadi. Lumayan buat
menghibur yang lagi duka nestapa.
Minggu berikutnya Lencho datang lagi ke kantor pos, menanyakan
apakah kiriman Tuhan telah sampai. Dengan puas si tukang pos
memberikannya. Lencho, yang begitu yakin akan kemurahan Tuhan,
tak tampak heran. Ketika membuka amplop wajahnya malah
kelihatan kerut-marut. Ia lalu menulis lagi surat pendek, dan
seperti sebelumnya, dimasukkannya surat itu ke dalam amplop.
Setelah ditulis alamat Tuhan, ditempel perangko dan dimasukkan
ke dalam kotak surat, ia pun mencolot pulang. Kepala pos, yang
merasa bangga telah beramal, bergegas membukanya. Dalam
hati ia membaca, "Tuhan, dari jumlah yang kuminta, hanya tujuh
puluh peso yang sampai di tanganku. Kirimkanlah sisanya, sebab
aku sangat memerlukannya. Tapi jangan Kau kirim melalui pos,
karena semua pegawai pos itu bajingan".
No comments:
Post a Comment