Parto (bukan nama sebenarnya) 19 tahun, yang lahir dari keluarga transmigran perintis di desa Aimas-Sorong, terpaksa memutuskan pergi merantu untuk cari kerjaan, berhubung sawah yang diandalkan oleh Bapaknya tidak menghasilkan panen untuk mencukupi hidup mereka sekeluarga.
Pergilah ia ke Ambon, menyusul pamannya yang lumayan sukses sebagai pembuat perahu di daerah pantai Ambon.
Seumur-umur baru ke luar dari desa Aimas, tercenganglah ia manakala dibawa oleh pamannya berjalan-jalan di kota Ambon. Kagum ia, dan muncul tekatnya untuk mencari kerja di kota Ambon ini.
Ketika lewat di depan sebuah super market yang besar dan rame, pingin sekali ia kerja ditempat itu, maka bertanyalah ia kepada pamannya
"Paklik... besar sekali toko ini..., siapakah yang punya ?"
"Seng Tau... " jawab pamannya.
Lalu mereka lewat di sebuah bioskop yang megah.
"wah enak juga kalo kerja di bioskop, tiap hari bisa nonton film gratis" demikian pikir si Parto.
maka bertanyalah ia kepada pamannya,
"Paklik...Paklik.... wuah bioskopnya gede banget..... siapa yang punya Paklik ?"
"Wah... Seng Tau..." jawab si Paman.
"Wah... si Seng Tau nih kaya banget ya ...", pikir si Parto, "besok saya mesti cari dia buat minta kerjaan"
Akhirnya setelah makan di warung di dekat pasar, mereka berdua pulang. Saat itulah mereka berpapasan dengan iring-iringan mobil yang mengantar jenazah ke tempat pemakaman.
Terkesan dengan panjangnya iring-iringan dan banyaknya pengantar jenazah..., yang mati pasti orang terkenal pikir Parto, merasa ingin tahu kembali ia bertanya kepada pamannya...
"Paklik, banyak bener yang ngantar jenazahnya... siapa yang mati Paklik ?"
"Seng Tau..." , jawab si Paklik.
"Waduh...", kata si Parto dengan kaget sambil berkata kepada pamannya "Baru saja saya mau minta tolong Paklik buat nyari si Seng Tau buat minta kerjaan. Eh dia udah mati duluan..."
Kontan aja si Pakliknya ngakak.
NB : Seng Tau (bhs Ambon) artinya Tidak tahu
No comments:
Post a Comment